Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2020

DI MANA

Gambar
DI MANA Di mana kau letakkan cinta yang dulu menggebu Cinta yang membuatmu mampu mendaki gunung menebas badai Di mana kau buang cinta yang kau agungkan Pertanyaan berulang kuajukan Pada diriku sendiri Atas rasaku padamu Ahhh... Air mataku meluap Dada sesak Hati ngilu Belum selesaikan aku atas diriku sendiri Mengapa mencinta bisa tiba-tiba mati suri Kadang rindu menggebu Kadang kebas mendera Belum selesaikan aku atas diriku sendiri Hingga tak mampu kutambatkan satu hati pada satu dermaga

Komunitas Dan Kesepian

Gambar
  "Maju mundur". Ikut malu tidak ikut pingin." Begitu yang saya rasakan ketika kali pertama memutuskan untuk bergabung dalam komunitas Ibu-Ibu Doyan Nulis. Rasa malu, kurang percaya diri dan minim kemampuan. Apalagi perasaan bukan siapa-siapa meliputi hati sejak saya memutuskan total menjadi ibu rumah tangga. Tetapi dorongan alami jiwa sosial manusia yang ingin berteman, diakui keberadaan diri, berkumpul mendesak-desak hati. Juga rasa bosan tiap hari dengan rutinitas sebagai ibu dengan dua orang anak. "Bismillah." Setelah beberapa kali ngobrol dengan suami, akhirnya memutuskan untuk bergabung dengan komunitas yang diprakarsai mbak Indari Mastuti, penulis dengan banyak buku. Meski merupakan komunitas yang dimulai dari facebook, ternyata animo ibu-ibu luar biasa. Bukan hanya ibu rumah tangga murni yang bergabung tapi juga mereka yang berkarier. Komunitas IIDN memang berpusat di Jakarta. Seiring waktu komunitas yang dibangun untuk eksistensi ibu-ibu ini me...

Merindu si Hitam

Gambar
  Benci jadi suka. Mungkin itu kalimat yang pas untuk saya. Tiga tahun pertama tinggal di Jawa Timur tidak membuat saya ingin mencicipi makanan itu. "Ini sedap, gurih, bla..bla... dan pujian lain akan kelezatan makanan itu, tidak pernah membuat saya tertarik. Buat saya, rujak cingur yang diurap dengan petis hitam terkesan jorok. Tetapi, siapa sangka, belakangan saya selalu merencanakan rujak cingur menjadi makanan pertama yang saya cari bila berkunjung ke kota Pahlawan. Asam, gurih, manis dan segar jadi satu. Begitu kesan pertama yang saya dapat ketika kali pertama makan rujak cingur. Di mana rasa jorok yang saya stempelkan pada makanan dengan aneka irisan buah dan sayur itu? Saat itu, saya hamil anak pertama. Entah mengapa yang teringat di pikiran selalu rujak cingur. Setiap kali melewati penjual rujak cingur, air liur saya menetes. Antara malu meminta pada suami dan perkataan saya sebelumnya. Hingga hari itu. "Pokoknya harus dapat!" Sore sudah datang ketika ...

Lelaki Mikem

Tak ada yg salah. Ia tahu betul, konsekuensi adalah teman setia dari keputusan. Ia juga masih ingat betul keputusan yang diambilnya setelah kepergian Larjo.  Bukan. Ia tidak akan pernah bisa melupakan sosok kecil itu dari hidupnya. Ia juga tidak mungkin sengaja menghapus Larjo dari pita ingatannya. Hanya, ia tahu, segala hal mesti ada imbalannya. Matre? Tidak ikhlas? Atau tiada tulus?  Hah! Baginya semua itu hanya deret huruf. Setahu apa orang lain tentang ikhlas dan tulus yg ia punya. Sama seperti dirinya yang tak mampu mengukur derajat dua kata itu, ia juga tak pernah mau menilai semua itu dari orang lain.  " Mau kamu tak kawin?"  Mikem tahu konsekuensi dari jawaban, ya, yang diambilnya atas pertanyaan Mbah Tro. Bukan hanya satu atau dua. Banyak. Namun, usia senja lelaki itu takkan menghalangi Mikem. Baginya, melihat anak-anaknya bisa tertawa sudah lebih dari cukup.  Masa bodoh tundingan matre yang akan ia sanding seumur hidupnya.  Orang mau bicara apa, m...

Selamat Datang, Sore

Gambar
  Judul Film    : Sore jenis Film      : Drama Romantis Durasi           : 9 seri @ 10-12 menit Negara Asal : Indonesia Sutradara       : Yandy Laurens Penulis Naskah : Yandy Laurens Produser       : Sylvia Wijaya Pemain         : Dion Wiyoko, Tika Bravani, Samuel Oluoko, Maria Nikolcheva, Sandra Olga,                           Samo Rafael, Tatyana Akman, Vivi Gunawan Produksi      : Februari 2017 ( Inhype Pictures )        Menyebut ''Sore" membawa ingatan pada tenggelamnya mata hari di ufuk Barat. Ada hangat dan damai.   Tapi itu tidak dirasakan Jonathan saat seorang wanita yang tidak ia kenal, tidur di sampingnya. Berbagai pertanyaan ...

PULANGLAH, KA

Gambar
  Ka Kau ingat jalan berbelok dekat jembatan itu Kali dengan batu batu yang sombong tengadah Dia selalu menantimu di sana Dengan kerudung bercorak jingga yang kau beri  Sudah puluhan purnama "Aku takut lupa caranya tersenyum'' Keluhnya padaku Ka Mungkin waktu menggerus ingatanmu tentangnya Tapi kau selalu mekar dan ada Meski tandus mulai menghiasi lahan hatinya Ka Kapan kau pulang Ia ingin mengajakmu menapaki galengan sawah di sisi kiri jembatan  Tertawa saat kaki terpeleset Terjerembab bersama Kecut senyum dibibir pemilik sawah

SEPEDA MERAH KIM

Gambar
     Kali pertama melihat covernya di akun jualan teman, saya langsung tertarik. Sampul buku sederhana dengan dua warna dominan, merah dan putih. Lalu, fokus saya beralih pada siapa penulis buku. Aha...ternyata, Kim Dong Hwa. Saya mengenal penulis dari Korea itu saat "mengobrak-abrik" toko buku bekas di jalan Semarang, Surabaya. Entah tahun berapa, saya lupa. Dari buku "Trilogi Warna" yang tidak semua serinya saya punya itu, saya jatuh suka. Pada gambar juga filosofi yang disisipkan dalam karyanya.      Saya pikir, buku "Sepeda Merah" seri 2 ini hanya akan berkisah tentang petualangan dan keseharian seorang tukang pos. Ternyata bukan itu saja yang diceritakan Kim dalam buku 166 lembar lebih ini. Ada kisah seorang suami yang menanam bunga kesukaan almarhum istrinya. Bunga Hollyhock itu diharapkan bisa menghangatkan hati putrinya yang sangat menyayangi sang ibu. Atau, cerita seorang ayah yang menguatkan hati anak perempuannya yang memutuskan untuk mengakhir...

Bredel "Anunya Kamu"

 Dulu sekali, saya belum tahu apa itu menulis, bagaimana dan untuk apa. Saya juga tidak ingat sejak kapan beberapa lembar belakang buku tulis penuh dengan tulisan-tulisan absurb saya. Namun, saya pernah menghabiskan satu buku untuk menampung puisi-puisi curahan hati. Tidak banyak jenis tulisan yang saya goreskan memang. Hanya curahan perasaan, sedih, senang bahkan rasa yang saya sendiri kadang tidak tahu bagaimana mendiskripsikannya. Akan tetapi, saya selalu merasa lega tiap kali menuntaskan satu tulisan. Ada masa dimana saya merasa sangat bahagia dan bangga dengan karya "ala-ala" itu. Satu buah puisi saya dipajang di majalah dinding Sekolah Menengah Pertama. Sayang, puisi berjudul "Anunya Kamu" itu harus dibredel. Meski diinterogasi guru Fisika dan guru BP, tidak membuat saya jera untuk menulis dan menulis lagi.

MENULIS ITU...

Gambar
      Jujur, saya belum tahu apa itu menulis, bagaimana dan untuk apa. Saya juga tidak tahu persis sejak kapan suka mencoret-coret. Yang saya ingat, beberapa lembar terakhir buku tulis untuk sekolah selalu berisi tulisan-tulisan absurb saya.       Tidak banyak jenis tulisan yang saya goreskan. Hanya mencurahkan apa yang saya rasakan lewat puisi. Entah perasaan sedih, senang bahkan perasaan yang saya sendiri tidak tahu bagaimana mendiskripsikannya.      Meski sebatas menulis di buku, saya mendapat angin ketika masuk Sekolah Menengah Pertama. Mading, Majalah dinding menjadi tempat pertama mempublikasikan puisi dengan judul "Anunya Kamu" . Sayang, puisi itu kena cekal dan harus dibredel. Tapi, itu tidak membuat jera dan tetap menulis puisi ala-ala😁

RASA

Gambar
 Rumput jepang diselingi teki di halaman depan terlihat tunasnya Menyembul disela-sela bebatuan tlasah Aku ingat Rumput itu kutanam dua puluh sembilan tahun lalu Saat mataku iri menatap segar hijaunya Usiaku belum belasan Belum tahu makna senyum yang kau lempar kala itu Kala sepasang prenjak melompat riang dari ranting ke ranting pohon mangga Sesekali mereka saling sapa Senja keemasan Ketika kemudian kusadari Aku punya rasa yang sama Tapi tidak padamu Aku menyebutnya Tuan