Lelaki Mikem

Tak ada yg salah. Ia tahu betul, konsekuensi adalah teman setia dari keputusan. Ia juga masih ingat betul keputusan yang diambilnya setelah kepergian Larjo. 

Bukan. Ia tidak akan pernah bisa melupakan sosok kecil itu dari hidupnya. Ia juga tidak mungkin sengaja menghapus Larjo dari pita ingatannya. Hanya, ia tahu, segala hal mesti ada imbalannya.

Matre? Tidak ikhlas? Atau tiada tulus? 

Hah! Baginya semua itu hanya deret huruf. Setahu apa orang lain tentang ikhlas dan tulus yg ia punya. Sama seperti dirinya yang tak mampu mengukur derajat dua kata itu, ia juga tak pernah mau menilai semua itu dari orang lain.

 "Mau kamu tak kawin?" 

Mikem tahu konsekuensi dari jawaban, ya, yang diambilnya atas pertanyaan Mbah Tro. Bukan hanya satu atau dua. Banyak. Namun, usia senja lelaki itu takkan menghalangi Mikem. Baginya, melihat anak-anaknya bisa tertawa sudah lebih dari cukup. 

Masa bodoh tundingan matre yang akan ia sanding seumur hidupnya.  Orang mau bicara apa, mereka tak tahu banyak tentang derita yang selalu setia menemani jalan hidupnya. Jalan hidup yang dilaluinya bersama Larjo. Penjual balon keliling yang memberinya enam anak. 

Bukan, kah mereka juga butuh hidup layak?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DI MANA

Merindu si Hitam

PULANGLAH, KA