Merindu si Hitam
Benci jadi suka.
Mungkin itu kalimat yang pas untuk saya.
Tiga tahun pertama tinggal di Jawa Timur tidak membuat saya ingin mencicipi makanan itu.
"Ini sedap, gurih, bla..bla... dan pujian lain akan kelezatan makanan itu, tidak pernah membuat saya tertarik. Buat saya, rujak cingur yang diurap dengan petis hitam terkesan jorok.
Tetapi, siapa sangka, belakangan saya selalu merencanakan rujak cingur menjadi makanan pertama yang saya cari bila berkunjung ke kota Pahlawan.
Asam, gurih, manis dan segar jadi satu. Begitu kesan pertama yang saya dapat ketika kali pertama makan rujak cingur. Di mana rasa jorok yang saya stempelkan pada makanan dengan aneka irisan buah dan sayur itu?
Saat itu, saya hamil anak pertama. Entah mengapa yang teringat di pikiran selalu rujak cingur. Setiap kali melewati penjual rujak cingur, air liur saya menetes. Antara malu meminta pada suami dan perkataan saya sebelumnya.
Hingga hari itu.
"Pokoknya harus dapat!"
Sore sudah datang ketika permintaan itu saya lontarkan pada suami. Antara yakin dan tidak, apakah suami pulang dengan pesanan saya
Irisan bermacam buah dan sayur kangkung, tauge, tempe serta tahu goreng yang diselimuti petis saya kunyah perlaham. Potongan cingur sengaja saya makan terakhir sebagai gongnya.
Allah Akbar... Ternyata begitu lezatnya makanan khas arek Suroboyo yang bertahun-tahun saya benci ini.
Meski rasa pedas masih tertinggal, terobati dengan ragamnya rasa yang lidah saya rasakan. Benar kata banyak orang. Rujak cingur yang juga disebut rujak ulek kaya rasa. Asam, manis, gurih serta pedas yang bisa diminta sesuai selera.
Dari dua pilihan rujak, campur dan mentah, saya lebih suka campur. Di mana aneka buah segar dan sayur matang ditambah tahu tempe jadi satu.

Yang teringat Kalo saya makan selalu meninggalkan rasa getir di lidah tapi tetap maknyus. Wah jadi kepingin makan rujak cingur juga 😁
BalasHapusRasa getirnya dari apa, ya, Mbak?
BalasHapus